I have an announcement. This blog is permanently closed, and I'm moving to my new blog.
Please kindly check my new blog:
https://adistoriya.wordpress.com/
Have a nice day!
There's a sound I hear in the dark
It's a secret that's sung by the vanishing stars
The lonesome bird losing it's song to tears, whispers,
"I was born to be remembered."
As the voices rise and reach out
Comes a ray of the sun through the blanket of clouds
The crying sky unlocks the secret kept
She calls the truth I've found always stay here in my heart
Everything needs love
Breathe deep and listen to the raindrops
Fly over valleys and the hilltops
Glide down and dive into the ocean
Let tides spill over your emotion
Everything needs love
(Everything Needs Love - Mondo Grosso feat. BoA)
- favorite song, with beautiful lyrics and melodies -
Hari ini malam Sabtu, hari terakhir bekerja untuk mereka yang punya jatah mengais rezeki di ibukota dari Senin sampai Jumat. Saya salah satunya.
Waktu menunjukkan satu setengah jam sebelum tengah malam, tapi saya masih belum sampai di rumah juga. Rumah di kota hujan yang saya sambangi seminggu dua kali, atau lebih kalau memungkinkan.
Sudah 45 menit lebih saya duduk sampai pegal di commuter line jurusan Bogor. Beruntung saya dapat duduk, akhirnya terkantuk2 sampai segerombolan orang masuk ke dalam kereta. Gerombolan yang lantas menarik perhatian saya.
Ada 3 perempuan dewasa, 6 anak kecil, dan 2 remaja. Saya ingat salah satu dari anak kecil tersebut. Familiar karena selama 4 tahun saya kuliah, entah sudah berapa kali saya melihat dia.
Anak itu pengamen kereta Bogor-Jakarta.
Waktu saya baru masuk kuliah, dia mungkin sekitar umur 6 tahun. Dia selalu didampingi kakak laki2nya. Berdua mereka mondar mandir gerbong kereta ekonomi waktu itu, sambil menyodorkan bungkus bekas makanan, untuk para penumpang menyisihkan recehan.
Sekarang anak perempuan ini sudah tumbuh besar. Mungkin umurnya sekarang 10 tahun? Mukanya tidak banyak berubah, malah mungkin tidak ada yang berubah darinya.
Dia masih membawa2 kotak andalannya. Kotak dengan speaker di depan yang mengeluarkan musik, yang suaranya bahkan mengalahkan deru kereta.
Sekarang kereta ekonomi Bogor-Jakarta sudah ditiadakan. Saya bertanya2, sekarang dia ngapain? Lahan pekerjaannya hilang. Meskipun sebetulnya tidak seharusnya juga dia bekerja.
Anak2 yang lain lebih kecil daripada anak perempuan ini. Biasa lah anak2, sedang asyik bercanda tiba2 sedetik kemudian berkelahi. Katakanlah si anak berbaju kuning. Tiba2 dia dicubit oleh sang kakak-gemes mungkin-dan dia marah.
Meneriakkan kata kasar penghuni Ragunan. Memukul2 sang kakak.
Saya mengerutkan dahi.
Orang dewasa yang bersama mereka diam saja. Yah, tidak bisa menyalahkan anak2 itu, kalau mereka misbehave. Mungkin mereka rasa itu wajar, bukan perbuatan yang tidak sopan.
Lalu tentang si remaja. Penampilannya sangat sederhana, malah terbilang lusuh. Sendal jepit yang dipakai mungkin sendal jepit andalan. Tapi lalu saya lihat di tangannya dia menggenggam sebuah smartphone.
Lagi2 saya mengerutkan dahi.
Udah gak ngerti lagi.
Kata2 itu yang biasanya terucap. Ya, saya gak ngerti. Sebuah ironi yang saya tak akan pernah mengerti.
Sekarang mereka sudah turun di stasiun kedua sebelum stasiun akhir. Tinggal saya lanjut sampai tujuan akhir, dan masih terheran-heran...
Sebetulnya saya selalu suka Jakarta. The big town and its hectic life. Tapi entahlah, menghabiskan 5 dari 7 hari tiap minggu di Jakarta, atau kadang lebih dari itu, saya bosan.
Penat.
Macet, polusi, bising. Tiga hal itu udah seperti makanan sehari2.
Saya butuh menghindar dari hutan beton ini, bertemu hutan betulan.
Untungnya jadi orang Bogor, Kebun Raya langsung jadi pilihan utama. Oasis di tengah pesatnya perkembangan kota Bogor.
Macet, polusi, dan bising di Bogor sebetulnya gak jauh beda dengan di Jakarta. But no matter how, Kebun Raya Bogor always there to give breath to the rain city.
Bless Bogor and its Botanical Garden.
Baru aja weekend kemarin saya akhirnya main lagi ke kota yang udah saya anggep sebagai rumah ke-3 saya.
Bandung, si Paris van Java.
Ya, buat saya Bandung itu udah seperti rumah. Pertama si kota hujan tercinta, kedua si kota besar nan hectic , ketiga ya kota kembang ini.
Technically saya gak pernah tinggal lama di Bandung. Paling lama ya 5 hari berturut2. Itu pun untuk keperluan tugas akhir waktu kuliah.
Tapi ada suatu keterikatan dengan kota ini. For some reason, or no reason at all. It's just like that.
Dulu saya sempet hampir jadi penghuni Bandung, setelah dapet pesan "selamat Anda diterima" dari kampus yang lambangnya gajah itu. Tapi batal karena satu dan lain hal.
Setelah itu, ke Bandung juga cuma liburan. Oh dan ngerjain tugas akhir, yang site nya memang disana.
Tapi kembali lagi, I somehow feel attached with this city.
Kebetulan semalem nonton acara tv di salah satu stasiun tv lokal yang masih mau saya tonton. Judul acaranya Menolak Lupa, dan yang dibahas kemarin adalah Bandung.
Rupanya Bandung sedang ulang tahun. Shame on me karena baru ngeh.
Disitu banyak ngebahas tentang gimana berubahnya Bandung. Kota yang dari awal oleh pemerintah kolonial waktu itu dirancang sebagai sister city Paris, karena katanya iklim Bandung mirip dengan Perancis Barat.
Katanya juga, Bandung ada di peringkat no.9 kota yang punya bangunan bergaya Art Deco terbanyak. Satu tingkat di atas Paris.
Arsitektur bangunan2 lama di Bandung emang salah satu yg bikin saya suka disini. Pengaruh tumbuh besar di rumah bekas kolonial, tanpa sadar saya jadi suka banget kalo liat rumah kuno bekas kolonial.
Sayangnya, masalah tipikal di Indonesia, banyak bangunan tua di Bandung yang terbengkalai dan jadinya rusak.
Sayang banget.
Seakan Bandung juga gak bisa menahan arus modernisasi.
Kawasan sekitar Observatorium Boscha juga perkembangannya terlalu pesat. Banyaknya lampu ternyata bikin kegiatan observasi bintang jadi terganggu.
Padahal saya belum pernah sama sekali ke Boscha. Yah cita-cita masa kecil lah. Siapa coba yang gak pengen kesana abis nonton film Petualangan Sherina.
Sadam aja bilang, "Boscha tuh dekeeet!"
yah, emang susah. Tapi asalkan ada orang2 yang mau menjaga Bandung untuk tetep jadi Bandung, saya rasa saya bisa optimis.
Setidaknya kecintaan akan kotanya masih sangat terasa kalo lihat masyarakat kota ini.
Contohnya teman saya yang satu ini, anu Bandung pisan. :))
Selamat Ulang Tahun ke-203, kota Bandung. :)
Wilujeng tepang taun..