Sunday, May 29, 2016

Monday, October 13, 2014

Still A Writer

Hi! It's been a year since the last time I wrote on this blog.

Sebenernya saya berniat mulai rajin menulis di blog baru, therefore I made new blog. But then I keep repeating my mistake, abandoning it. Antara malas, (sok2an) gak ada waktu, atau writer block. Entahlah. Forgive me for that.

I was a full-time writer once, for almost a year and half. Saya senang dengan pekerjaan saya dulu. Meskipun sudah bekerja di tempat baru, dengan pekerjaan yang berbeda, terkadang saya rindu dengan pekerjaan saya sebagai seorang jurnalis arsitektural. Bukan berarti saya tidak suka dengan pekerjaan sekarang. I enjoy it more and more, despite all those hardship as a new kid entering new world.

Menulis bisa dibilang lebih cocok jadi hobi saya saja. Bukan sebagai mata pencaharian. Saya bukan penulis yang pandai menyusun kata-kata indah. Editor saya dulu pernah bilang, tulisan saya terkadang terlalu to-the-point. Tidak banyak bertele-tele. 'Arsitek banget', apapun itu maksudnya. But however, saya punya kemampuan untuk menulis. That's the fact and I have to admit it, meskipun mungkin kesannya saya menyombong.

Ada satu hal yang bikin saya cukup takjub-entah apakah itu kata yang tepat-ketika berkunjung ke halaman blog ini. Saya takjub ketika melihat kebanyakan yang berkunjung ke blog ini ialah untuk membaca tulisan saya tentang arsitektur. Meskipun tulisan-tulisan itu menurut saya gak-banget. Ditulis saat saya masih duduk di bangku kuliah, hanya untuk mengejar nilai di sebuah mata kuliah. Tanpa terlalu peduli soal tata bahasa, pencantuman sumber, dan segala kaidah jurnalistik.

Tapi justru ketika melihat semua itu saya jadi sadar betapa saya banyak belajar selama 1 tahun beberapa bulan menjadi seorang jurnalis. Saya jadi sadar kalau setidaknya masih ada orang-orang di luar sana yang mau membaca tulisan saya yang asal-asalan itu.

Rasanya seperti dapat pencerahan.

Meskipun saya bukan lagi penulis penuh-sudah tidak punya titel 'jurnalis'-, bukan berarti saya boleh berhenti menulis. Saat ini memang titel saya adalah desainer. Kerjanya berkutat dengan gambar, hanya sesekali menyentuh tulisan dan angka. But I was once a writer, and I still am.

Saya punya rencana di kepala saya, untuk membuat blog saya ini lebih informatif dan bukan hanya sekedar cerita ngalor ngidul (seperti yang satu ini). Saya gak akan janji, but i will work on it.

Ciao.



Sunday, November 17, 2013

Everything Needs Love

There's a sound I hear in the dark 
It's a secret that's sung by the vanishing stars 
The lonesome bird losing it's song to tears, whispers, 
"I was born to be remembered."

As the voices rise and reach out 
Comes a ray of the sun through the blanket of clouds 
The crying sky unlocks the secret kept 
She calls the truth I've found always stay here in my heart

Everything needs love 
 
Breathe deep and listen to the raindrops 
Fly over valleys and the hilltops 
Glide down and dive into the ocean 
Let tides spill over your emotion 
Everything needs love 

(Everything Needs Love - Mondo Grosso feat. BoA)

- favorite song, with beautiful lyrics and melodies -

Friday, November 15, 2013

Heran

Hari ini malam Sabtu, hari terakhir bekerja untuk mereka yang punya jatah mengais rezeki di ibukota dari Senin sampai Jumat. Saya salah satunya.
Waktu menunjukkan satu setengah jam sebelum tengah malam, tapi saya masih belum sampai di rumah juga. Rumah di kota hujan yang saya sambangi seminggu dua kali, atau lebih kalau memungkinkan.

Sudah 45 menit lebih saya duduk sampai pegal di commuter line jurusan Bogor. Beruntung saya dapat duduk, akhirnya terkantuk2 sampai segerombolan orang masuk ke dalam kereta. Gerombolan yang lantas menarik perhatian saya.

Ada 3 perempuan dewasa, 6 anak kecil, dan 2 remaja. Saya ingat salah satu dari anak kecil tersebut. Familiar karena selama 4 tahun saya kuliah, entah sudah berapa kali saya melihat dia.

Anak itu pengamen kereta Bogor-Jakarta.

Waktu saya baru masuk kuliah, dia mungkin sekitar umur 6 tahun. Dia selalu didampingi kakak laki2nya. Berdua mereka mondar mandir gerbong kereta ekonomi waktu itu, sambil menyodorkan bungkus bekas makanan, untuk para penumpang menyisihkan recehan.

Sekarang anak perempuan ini sudah tumbuh besar. Mungkin umurnya sekarang 10 tahun? Mukanya tidak banyak berubah, malah mungkin tidak ada yang berubah darinya.

Dia masih membawa2 kotak andalannya. Kotak dengan speaker di depan yang mengeluarkan musik, yang suaranya bahkan mengalahkan deru kereta.

Sekarang kereta ekonomi Bogor-Jakarta sudah ditiadakan. Saya bertanya2, sekarang dia ngapain? Lahan pekerjaannya hilang. Meskipun sebetulnya tidak seharusnya juga dia bekerja.

Anak2 yang lain lebih kecil daripada anak perempuan ini. Biasa lah anak2, sedang asyik bercanda tiba2 sedetik kemudian berkelahi. Katakanlah si anak berbaju kuning. Tiba2 dia dicubit oleh sang kakak-gemes mungkin-dan dia marah.
Meneriakkan kata kasar penghuni Ragunan. Memukul2 sang kakak.

Saya mengerutkan dahi.

Orang dewasa yang bersama mereka diam saja. Yah, tidak bisa menyalahkan anak2 itu, kalau mereka misbehave. Mungkin mereka rasa itu wajar, bukan perbuatan yang tidak sopan.

Lalu tentang si remaja. Penampilannya sangat sederhana, malah terbilang lusuh. Sendal jepit yang dipakai mungkin sendal jepit andalan. Tapi lalu saya lihat  di tangannya dia menggenggam sebuah smartphone.

Lagi2 saya mengerutkan dahi.

Udah gak ngerti lagi.

Kata2 itu yang biasanya terucap. Ya, saya gak ngerti. Sebuah ironi yang saya tak akan pernah mengerti.

Sekarang mereka sudah turun di stasiun kedua sebelum stasiun akhir. Tinggal saya lanjut sampai tujuan akhir, dan masih terheran-heran...

Thursday, November 14, 2013

Memories

"There are some memories though, that never faded."

-to reminiscing today 5 years ago-

Time flies, people changed

But my faith remain the same.

Hope so...

Friday, November 1, 2013

Bless Bogor and Its Botanical Garden

Sebetulnya saya selalu suka Jakarta. The big town and its hectic life. Tapi entahlah, menghabiskan 5 dari 7 hari tiap minggu di Jakarta, atau kadang lebih dari itu, saya bosan.

Penat.

Macet, polusi, bising. Tiga hal itu udah seperti makanan sehari2.

Saya butuh menghindar dari hutan beton ini, bertemu hutan betulan.

Untungnya jadi orang Bogor, Kebun Raya langsung jadi pilihan utama. Oasis di tengah pesatnya perkembangan kota Bogor.

Macet, polusi, dan bising di Bogor sebetulnya gak jauh beda dengan di Jakarta. But no matter how, Kebun Raya Bogor always there to give breath to the rain city.

Bless Bogor and its Botanical Garden.

Wednesday, October 16, 2013

Bantuan Kecil yang (Semoga) Berarti

a totally late post.. saya sudah mulai menuliskan ini sejak seminggu yang lalu tapi entah kenapa terbengkalai begitu saja.. Yah, daripada tidak diselesaikan, lebih baik terlambat tapi selesai, bukan? *excuse*

Akhir pekan beberapa minggu yang lalu menjadi cerita tersendiri untuk saya.. 2 hari "beristirahat" dari kepenatan yang ada. Mengistirahatkan hati dan pikiran, rasanya memang butuh juga..
Jadi...ceritanya kemarin itu (4-5 Oktober 2013), saya menghabiskan weekend bersama teman saya yang bernama Zita (@zitapanda). Si teman saya sejak bangku SMA ini 11-12 lah sama saya. Sama2 suka jalan, sama2 gak masalah buat agak repot di jalan, dan sama2 butuh rehat.

4 Oktober 2013

Semua bermula dari beberapa minggu sebelumnya. Seorang teman semasa kuliah, Meylin (@meylinch), mempromosikan tentang Festival Gerakan Indonesia Mengajar (FGIM). Ternyata dia cukup aktif disana. 
Untuk yang belum tau, Gerakan Indonesia Mengajar itu sebuah program sosial yang mengirimkan para Pengajar Muda ke berbagai pelosok daerah untuk mengajar di SD. Itu program utamanya sih, ada lagi program lainnya, misalnya Kelas Inspirasi yang bisa diikuti di kota masing. (More info about GIM here)
Nah, sedangkan FGIM ini adalah festival selama 2 hari dengan tujuan kerja bakti. Ya itu, kerja bakti, yang kalau waktu SD dicontohkan sebuah RT yang bekerja sama2 untuk membersihkan lingkungannya. Kalau di FGIM,  semua kerja bakti untuk mempersiapkan bahan2 yang nantinya akan dikirimkan ke berbagai SD di pelosok daerah. 

Pagi2 saya meluncur dari kota hujan kesayangan menuju Ancol. KRL commuter line jadi pilihan utama pastinya. Duduk manis dan tinggal tidur saja sampai pegal. Sampai di stasiun Kota, tempat janjian dengan Zita. Singkat cerita, sampailah kami di Econvention Ancol, venue FGIM.
Disana ternyata sudah ramai. Crowded in a good way. Pada dasarnya saya ini gak suka keramaian... bikin pusing... but somehow kemarin itu ramainya gak bikin pusing (?)
Pertama harus ambil ID dulu. Setelah nunjukin e-ticket, kami dapat ID berisikan denah venue dan stickers. We're ready for #KerjaBakti ! :)

FGIM ini panitianya adalah para volunteer dari berbagai kota. Namanya volunteer ya gak dibayar. Mereka semua punya pekerjaan lain, dan jadi volunteer bukan pekerjaan, tapi panggilan hati.
Saya salut, saya tau persis bagaimana capeknya jadi panitia acara, tapi gak ada tuh muka-muka capek apalagi jutek. Yang ada, semua panitia menyambut peserta FGIM dengan senyum dan sapaan ramah. 


Kerja bakti hari itu diawali dengan Kelas Orientasi, untuk memperkenalkan dulu seperti apa FGIM dan apa yang akan kita lakukan hari itu. Sekitar 5 menit orientasi, kami masuk ke venue.
Saya baru pertama kali itu ke Econvention Ancol. Luas juga dalamnya. Ceilling tinggi, sirkulasi udara baik, cocok untuk jadi venue acara kayak begini. 

Di tiap sudut venue ada poster2 seperti ini. Inspiratif banget!


Awalnya saya dan Zita melihat-lihat "wahana" yang ada. Ya, jadi disana ada beberapa wahana kerja bakti, misalnya:
- Kotak Cakrawala : packing buku-buku
- Kartupedia: membuat kartu-kartu pengetahuan
- Surat Sahabat: menulis surat untuk anak-anak dan guru-guru sekolah di daerah
- dll.

Pada intinya semua hasil kerja bakti di FGIM akan dikirimkan ke sekolah2 di daerah terpencil, dari Sumatera sampai Papua.
Pertama kami mencari yang belum begitu ramai, Surat Sahabat untuk Guru. Kami mengambil secara acak tujuan surat kami, lalu kami diberi selembar kertas, amplop, dan alat tulis.
Saya kedapetan menulis surat untuk guru di SD Kapuas Hulu, sebuah SD di wilayah utara Kalimantan, yang dekat perbatasan Indonesia dengan Malaysia.
Awalnya bingung mau nulis apa.... saya lebih ingin mendengar cerita mereka daripada menceritakan kisah saya yang begini2 aja.. tapi pada akhirnya saya berhasil mengisi penuh kertas itu, dengan pertanyaan dan sedikit curhat.
Kertas dilipat, masukkan amplop, terus masukkan ke kotak. Semoga surat saya tidak bikin bapak dan ibu guru disana bosan. Ohya setiap selesai mengerjakan sesuatu, ditempel stiker di ID.

Selesai di wahana pertama, beranjak ke wahana kedua. Setelah reunian singkat dengan Meylin, saya dan Zita pilih ke Kartupedia. Setelah berbaris di antrian, kami dikumpulkan dengan 8 orang lainnya untuk membuat kartu2 interaktif sebagai sarana mengajar.
Kelompok kami dapat tema pahlawan nasional. Wah jujur saya udah lupa sama sekali dengan sejarah sebagian besar pahlawan nasional ini. Shame on me. Saya kebagian menuliskan kartu tentang Pierre Tendean dan Cut Nyak Dien. That was a good way to be reminded again.
Poster di depan wahana Kartupedia

Selesai di Kartupedia, berpindah ke Kepingpedia. Kami berdua dikelompokkan bersama 8 orang lainnya, a total strangers. Senyum sedikit plus jabat tangan, langsung kenal deh :) Disana kami membuat potongan-potongan dari poster berbentuk peta untuk dijadikan puzzle. We're the 2nd fastest, dapat stiker juara! :D

Selepas dari sana kami pun berpisah jalan dengan teman-teman baru. Saya dan Zita ke wahana Video Profesi. Seperti judulnya, kami bercerita tentang profesi kami. Saya yang saat ini sedang jadi jurnalis, dan Zita seorang desainer grafis. It was a short video, only 5 minutes. Tapi semoga bermanfaat dan syukur2 menginspirasi..

Gak kerasa kami sudah hampir setengah hari disana. Akhirnya kami ke wahana terakhir sebelum kembali ke rumah: Surat Sahabat untuk Murid. Mirip dengan Surat Sahabat yang kami coba pertama, bedanya ini untuk para murid. Saya kebagian mengirim surat untuk anak-anak SD di Solan, Banggai. Jujur, baru pertama kali saya dengar nama daerah itu. Kabupaten Banggai ternyata letaknya di Sulawesi Tengah. Saya memang tidak jago geografi...
Amplop berisi surat untuk anak-anak SD di Banggai

Hari telah sore, kami memutuskan untuk pulang. Setengah hari mengikuti kegiatan positif bersama orang-orang yang memberikan energi positif, melakukan hal yang positif. Sadar atau tidak, semua itu seakan me-recharge diri saya yang sedang agak demotivasi.
Semoga apa yang kami lakukan hari itu bermanfaat untuk mereka, seperti mereka memberi saya semangat meski hanya lewat cerita.

Semangat lagi untuk berkarya dan terus belajar!
 Oleh-oleh dari FGIM :)

Thursday, September 26, 2013

Wilujeng Tepang Taun, Bandung!

Baru aja weekend kemarin saya akhirnya main lagi ke kota yang udah saya anggep sebagai rumah ke-3 saya.

Bandung, si Paris van Java.

Ya, buat saya Bandung itu udah seperti rumah. Pertama si kota hujan tercinta, kedua si kota besar nan hectic , ketiga ya kota kembang ini.

Technically saya gak pernah tinggal lama di Bandung. Paling lama ya 5 hari berturut2. Itu pun untuk keperluan tugas akhir waktu kuliah.

Tapi ada suatu keterikatan dengan kota ini. For some reason, or no reason at all. It's just like that.

Dulu saya sempet hampir jadi penghuni Bandung, setelah dapet pesan "selamat Anda diterima" dari kampus yang lambangnya gajah itu. Tapi batal karena satu dan lain hal.

Setelah itu, ke Bandung juga cuma liburan. Oh dan ngerjain tugas akhir, yang site nya memang disana.

Tapi kembali lagi, I somehow feel attached with this city.

Kebetulan semalem nonton acara tv di salah satu stasiun tv lokal yang masih mau saya tonton. Judul acaranya Menolak Lupa, dan yang dibahas kemarin adalah Bandung.

Rupanya Bandung sedang ulang tahun.  Shame on me karena baru ngeh.

Disitu banyak ngebahas tentang gimana berubahnya Bandung. Kota yang dari awal oleh pemerintah kolonial waktu itu dirancang sebagai sister city Paris, karena katanya iklim Bandung mirip dengan Perancis Barat.

Katanya juga, Bandung ada di peringkat no.9 kota yang punya bangunan bergaya Art Deco terbanyak. Satu tingkat di atas Paris.

Arsitektur bangunan2 lama di Bandung emang salah satu yg bikin saya suka disini. Pengaruh tumbuh besar di rumah bekas kolonial, tanpa sadar saya jadi suka banget kalo liat rumah kuno bekas kolonial.

Sayangnya, masalah tipikal di Indonesia, banyak bangunan tua di Bandung yang terbengkalai dan jadinya rusak.

Sayang banget.

Seakan Bandung juga gak bisa menahan arus modernisasi.

Kawasan sekitar Observatorium Boscha juga perkembangannya terlalu pesat. Banyaknya lampu ternyata bikin kegiatan observasi bintang jadi terganggu.

Padahal saya belum pernah sama sekali ke Boscha. Yah cita-cita masa kecil lah. Siapa coba yang gak pengen kesana abis nonton film Petualangan Sherina.
Sadam aja bilang, "Boscha tuh dekeeet!"

yah, emang susah. Tapi asalkan ada orang2 yang mau menjaga Bandung untuk tetep jadi Bandung, saya rasa saya bisa optimis.

Setidaknya kecintaan akan kotanya masih sangat terasa kalo lihat masyarakat kota ini.

Contohnya teman saya yang satu ini, anu Bandung pisan. :))

Selamat Ulang Tahun ke-203,  kota Bandung. :)

Wilujeng tepang taun..

Saturday, September 21, 2013

Semua Punya Cerita

Ini posting random.. tapi terpikir sejak 2 minggu belakangan..

Apa yang bikin orang suka bercerita? 
Sekalipun ada orang yang ngaku kalo dirinya gak bisa cerita, salah seorang teman saya misalnya. Atau mereka yang sifatnya pendiam dan sepertinya punya limit kata tiap harinya.
Tapi menurut saya pada dasarnya semua orang senang berbagi cerita. Apapun bentuknya, apapun medianya, pokonya gimanapun caranya.

Cerita gak harus panjang lebar
Cerita gak mesti ada tokohnya
Cerita gak selalu punya akhir - ada yang bilang every ending is another beginning
Cerita gak perlu ada waktu dan tempat yang jadi latar

Tapi setiap cerita ada alasan.

Kenapa orang bercerita? 
Ada yang bermaksud memberi tahu. Ada yang cuma ingin menumpahkan emosinya. Ada yang memang ingin pamer. Ada yang karena senang saja bercerita.

Dulu apapun alasannya, saya suka bercerita. Ke ibu, ke teman, ke buku diari (yang bukan rahasia karena dibaca teman2 dekat saya).
Apa saja diceritakan.

Sayangnya kebiasaan saya bercerita sekarang jadi berubah. 

Saya jadi malas cerita.

Mungkin karena saya kehilangan tokoh utama untuk menyusun cerita.

Tapi kelihatannya saya menemukan lagi tokoh untuk diceritakan...
...
hanya saja cerita ini untuk konsumsi saya dan Tuhan...
tapi yah lihat saja nanti..

- Ditulis saat di sela2 tenggat naskah -

#Random:
That simple happiness when some stranger compliments your works.  :)

Thursday, September 12, 2013

forgive me

I admit that I'm such a liar. Bilangnya mau mulai rajin nulis, tapi pada akhirnya lupa sama sekali.
Mungkin lebih tepatnya bukan lupa, tapi lalai. Lupa sekali, lalu diulang lagi. Hal sepele, tapi bohong bukan hal sepele. It never was.
So, forgive me for abandoning this blog for like 38489174897 times ><